Kisah Silicon Valley #70 – Perusahaan Kecil yang Menggapai Dunia
Ada sebuah anekdot perihal Akio Morita ketika Totsuko mulai sukses menjual tape recorder. Suatu hari, Morita mendapati bahwa tape recorder terjual cukup baik di tempat Kyushu. Dari penelitiannya, Morita mendapati bahwa keseluruhan tempat Kyushu sedang booming ekonomi alasannya yaitu tambang watu bara. Ini merupakan hal yang patut disyukuri bagi Totsuko, akan tetapi penjualan di Kyushu ini diperkirakan akan cepat menurun seiring dengan perubahan ekonomi sesudah tambang habis. Morita yang memahami kemungkinan perubahan kondisi perekonomian ini segera mengambil langkah-langkah antisipatif. Penjualan di Kyushu memang sangat baik dan diperkirakan akan tetap demikian selama beberapa tahun. Morita memanfaatkan laba penjualan di Kyushu untuk mempersiapkan perluasan ke pasar dunia. “Makin luas pasarnya, maka makin baik. Jika menjual di Jepang saja, kita akan terpapar risiko dalam beberapa waktu mendatang. Akan lebih kondusif untuk bergantung pada seluruh dunia. Kami memang masih belum siap, tapi kami harus melaksanakan perluasan di pasar seluruh dunia,” demikian ungkap Morita. Morita berpikir bahwa akan lebih kondusif bagi perusahaan kalau menarik penjualan dari seluruh dunia sebisa mungkin. Meskipun ini terdengar ibarat solusi sederhana, namun ini menandakan bahwa hal sederhana yang dihukum dengan baik sanggup mendatangkan kesuksesan. Apalagi ini dilakukan oleh orang dengan pengalaman pemasaran yang sangat sedikit ibarat Morita.
Teknologi Transistor: Landasan Baru Totsuko

Di sela upaya menyukseskan Totsuko, Masaru Ibuka dan salah seorang karyawan level atasnya, Kazuo Iwama membaca sebuah artikel di majalah Amerika. Artikel tersebut memberitakan temuan transistor di Bell Laboratories, Amerika Serikat. Ibuka melihat potensi besar akan transistor. “Dapatkah ini dimanfaatkan untuk penggunaan praktis?” ia mendiskusikan ini sepanjang hari dengan Iwama, tapi mereka berdua tiba di kesimpulan yang sama: Transistor ini belum akan sanggup dimanfaatkan untuk penggunaan praktis.
“Benda ini tidak punya masa depan,” ujar Ibuka sambil menggeleng-gelengkan kepala. Namun demikian Ibuka tidak sanggup menghapus rasa ingin tau di hatinya. Dia lalu memutuskan untuk pergi ke Amerika Serikat untuk melihat sendiri ibarat apa transistor tersebut.

Pada bulan Maret 1952, Ibuka akibatnya memutuskan untuk mengunjungi AS selama tiga bulan untuk melaksanakan ‘inspeksi’. Selain melihat transistor, ia ingin melihat tanggapan konsumen Amerika terhadap tape recorder yang mereka produksi. Saat tiba di New York, ia banyak dibantu oleh orang-orang Jepang yang berada di Amerika, terutama dari perusahaan Nissho (sekarang berjulukan Nissho Iwai). Shido Yamada, Tamon Maeda, dan Presiden Nissho sendiri, Masaichi Nishikawa sudah tinggal di New York semenjak sebelum Perang Dunia II. Mereka resmi merupakan warga negara Amerika, namun tentu saja sangat senang kalau ada kolega dari Jepang yang mengunjunginya. Yamada bahkan menemani Ibuka yang tidak lancar berbahasa Inggris ke mana-mana, mencarikan tempat tinggal di AS, dan bertindak sebagai juru bahasa untuk Ibuka.
Transistor ditemukan pada tahun 1948 oleh Dr. W. B. Shockley, Dr. J. Baardeen, dan Dr. W. Brattain, semua dari Bell Laboratories. Western Electric, perusahaan induk Bell Laboratories, memegang paten untuk produksi transistor dan dengan hak tersebut, siapa pun yang memproduksi transistor harus membayar royalti.
Selama di Amerika, Ibuka terus berpikir dan akibatnya meraih sebuah konklusi. Dia sanggup memanfaatkan sumber daya yang ada di Totsuko, yang rata-rata yaitu lulusan universitas terbaik. “Kami akan mengerjakan transistor. Ini akan memerlukan banyak insinyur dan peneliti. Syukurlah orang-orang di Totsuko sangat siap dan ini akan memperlihatkan tantangan kepada mereka!”
Ibuka lalu meminta pertolongan Yamada untuk mengumpulkan informasi sebanyak mungkin perihal transistor sebelum kembalinya ia ke Jepang. Di Totsuko, Ibuka berencana untuk memproduksi transistor sendiri untuk sanggup menjualnya. Sayangnya, bukan hanya Ibuka yang berpikir demikian. Beberapa perusahaan besar Jepang ibarat Toshiba Corp, Mitsubishi Corp, dan Hitachi Ltd, telah mulai membuatkan transistor di Jepang. Mereka bahkan menjalin kemitraan dengan AS sehingga sanggup memanfaatkan paten tersebut sepenuhnya.
Ibuka memutar otak, produksi transistor untuk lalu dijual lagi tidak akan mendapat laba besar kalau menilai biaya yang harus dikeluarkan untuk pembayaran paten. Namun ia sudah mendapat ide dan pribadi menelepon Morita dari Amerika. “Ayo kita menciptakan radio!”
Morita terkejut mendengar ucapan tiba-tiba dari koleganya tersebut.
“Karena kita akan memproduksi transistor, mari kita jadikan transistor ini produk yang terjangkau semoga sanggup dibeli banyak orang. Caranya yaitu dengan pribadi mewujudkannya dalam sebuah produk untuk konsumen. Ayo kita menciptakan radio transistor sebagai awal,” ujar Ibuka penuh semangat. Morita sudah terbiasa dengan gaya Ibuka yang kadang kala melompat ke kesimpulan yang tidak ia sampaikan dasar-dasarnya, ia pribadi menyiapkan tim dan memberikan bahwa Ibuka ingin memproduksi radio transistor. Seluruh insinyur di Totsuko bersemangat untuk melaksanakan ini. Ini sebetulnya merupakan hal yang gila. Transistor yaitu temuan baru, seharusnya sanggup dijual mahal sebagai landasan produksi lain, tapi Ibuka pribadi menginginkan produk dengan harga terjangkau memakai transistor ini. Dengan melaksanakan ini, Totsuko akan menjadi perusahaan pertama di dunia yang mengantarkan teknologi transistor pribadi ke tangan konsumen!
All Out untuk Transistor

Sepulangnya Ibuka ke Jepang, ia ganti meminta Iwama, karyawan seniornya untuk mempelajari transistor di Western Electronic. Iwama diterima sebagai karyawan di Western Electric dengan pertolongan kolega mereka di sana. Meskipun banyak kesulitan jawaban kurangnya penguasaan bahasa Inggris, Iwama berusaha keras untuk mempelajari produksi transistor. Sebagai timbal balik, Western Electronic juga memanfaatkan pengetahuan luas Iwama dalam hal produksi untuk peningkatan efisiensi produksi mereka.
Berdasarkan laporan Iwama dan paten teknologi transistor, Totsuko berupaya menciptakan transistor sendiri. Perjuangan paling besar mereka yaitu dalam hal merancang mesin yang dibutuhkan. Pada ketika itu memang belum ada satu pun perusahaan di dunia yang memproduksi semikonduktor. Makara Totsuko harus melaksanakan semuanya tanpa adanya blueprint, hanya menurut pengetahuan dari paten serta catatan-catatan yang dikirim oleh Iwama dari Amerika.
Bagaimana pun juga, ini merupakan langkah yang sangat berani. Totsuko sudah mengumpulkan uang senilai 100 juta yen dari penjualan tape recorder, dan kini mereka mempertaruhkan semuanya untuk sebuah produk baru. Proyek transistor ini tentu saja memakan biaya. Selain dari modal yang mereka miliki sendiri, Totsuko menggalang dana dari bank-bank di Jepang. Toshiro Sakota, kepala Departemen Akuntansi Totsuko merupakan tokoh utama dalam hal mengumpulkan dana dari banyak forum keuangan di Jepang. Dia berhasil meyakinkan banyak orang bahwa bisnis mereka ini akan menjadi semacam ‘jaminan di masa depan’.
Dengan dana tersebut, Totsuko membangun pabrik gres di Sendai yang secara spesifik diperuntukkan untuk produksi transistor. Ibuka dan Morita secara pribadi mengawasi proses produksi transistor ini dan terus mengembangkannya sesuai dengan umpan balik tim insinyur mereka. Mereka belum berhasil menciptakan sebuah produk positif alasannya yaitu tingkat kegagalan yang tinggi dari transistor tersebut dalam memenuhi alur kerja yang diinginkan. Mengapa Ibuka ngotot menciptakan radio transistor? Pada masa itu tipe radio yang ada yaitu radio vakum. Bentuknya besar dan meskipun sudah ada teknologi baterai, namun itu tidak akan mengakibatkan radio sanggup diputar dalam jangka waktu yang lama. Radio transistor dengan sirkuit listrik yang lebih canggih tentu saja memungkinkan bentuk radio yang lebih kecil dan daya pemakaian yang lebih baik. Apalagi Ibuka mempunyai bayangan yang terang perihal produk yang dituju, yaitu sebuah radio dengan komponen yang lebih kecil dan ringkas, gampang dibawa ke mana-mana, terjangkau oleh semua kalangan.
Pada bulan Januari 1955, kesabaran Totsuko meraih hasil: Mereka akibatnya berhasil memproduksi sampel radio gres memakai lima transistor. Penerimaan dan bunyi yang dihasilkan sangat memuaskan. Prototype tersebut diberi nama TR-52.

Karena produk ini merupakan yang pertama di dunia, Morita lalu merencanakan perjalanan ke AS dan Kanada untuk melaksanakan survei pasar dan pembahasan bisnis dengan kolega-kolega Totsuko di negara tersebut. Dari hasil diskusi, mereka mendapati bahwa nama perusahaan mereka: Tokyo Tsushin Kogyo atau Totsuko, sama-sama terasa asing bagi warga Amerika. Tentu saja pelafalan ala Jepang tidak familiar untuk orang Amerika. Ibuka sendiri ketika di Amerika harus merelakan namanya diucapkan sebagai “Ai-byu-ke”. Inilah yang mengakibatkan mereka mengambil keputusan untuk mengubah nama perusahaan. “Sony” yaitu nama yang mereka pilih sesudah sebuah negosiasi panjang. Ini diilhami dari bahasa latin “Sonus” yang berarti bunyi dan “Sonic” dari bahasa Inggris yang berarti “Cepat” (Pemikiran ini tentu saja muncul alasannya yaitu mereka ketika itu memproduksi sebuah radio yang memperlihatkan bunyi anggun dan kabar dengan cepat).
Morita lalu mendaftarkan hasil produksi mereka untuk dijual di Amerika dengan nama produk: Sony.
Sony lalu terus berkembang mencatatkan kesuksesan demi kesuksesan dengan mendasarkan bisnisnya pada satu ciptaan dasar: transistor. Ikuti raihan Sony dalam episode Kisah Silicon Valley #71 – Sony Merajut Kesuksesan
Referensi
Hayashi, Nobuyuki. 2014. The tales of Steve Jobs & Japan: Casual friendship with Sony. Nobi.
Kahney, Leander. 2010. Steve Jobs’ Sony Envy [Sculley Interview]. CultofMac.
Sony Corporate Info. Sony.
Sumber: https://winpoin.com/
0 Response to "Kisah Silicon Valley #70 – Perusahaan Kecil yang Menggapai Dunia"
Post a Comment