Seminggu Pakai iPhone, Saya Memilih Kembali ke Lumia 950

Disclaimer: Artikel ini tidak bertujuan untuk mendiskreditkan OS atau produk perangkat tertentu – Murni pengalaman pribadi.
Setelah Microsoft memutuskan untuk menghentikan proyek Windows 10 Mobile, sebagaimana diakui Joe Belfiore dan didukung oleh para Eksekutif Microsoft beberapa waktu yang lalu, situasi dilematis banyak dialami para penggemar OS yang sering disebut ‘kekuatan ketiga’ ini. Meskipun Microsoft menegaskan bahwa perangkat Windows 10 Mobile masih mendapat support hingga selesai 2019 mendatang, namun untuk ‘rencana cadangan’ bila terjadi hal yang tidak diinginkan di tengah jalan ibarat hilangnya support beberapa aplikasi vital atau aneka macam permasalahan lain yang kemungkinan timbul pada OS yang ‘sudah direncanakan untuk tidak dilanjutkan’, maka para pengguna Windows 10 Mobile mulai mempertimbangkan ekosistem lain sebagai pengganti. Saya yaitu salah satunya.
Sebelum menentukan menggunakan Windows Phone, saya yaitu pengguna Android yang masih berada dalam tahap dini pengembangan. Oleh lantaran itu saya erat dengan problem freeze, restart, dan aneka macam kerusakan perangkat lunak lain yang sudah umum di kurun itu (sekitar 2010-2012). Meskipun sesudah beberapa kali saya mencoba perangkat Android milik teman-teman, saya mengakui sudah ada pengembangan yang signifikan dalam hal reliabilitas, namun saya masih sedikit takut-takut untuk menggunakan OS ini kembali. Apalagi dalam kaitannya dengan pekerjaan, beberapa sahabat saya yang menggunakan Android (khususnya Xiaomi) sering mengalami permasalahan dengan email – yang meskipun sanggup sembuh dengan ganti ROM versi terbaru – menimbulkan saya agak ragu dengan reliabilitas dan kestabilannya.
Oya, sebelum melangkah lebih jauh, perlu saya jelaskan bahwa latar belakang pekerjaan saya yaitu penerjemah yang ‘hidup matinya’ benar-benar tergantung pada email dan Skype. Terganggunya dua fungsi itu bakal mengakibatkan kerugian dan kepanikan besar-besaran bagi pekerjaan harian saya. Itu juga sebabnya saya dulu menentukan Windows Phone, dan memang nyaris tidak ada keluhan untuk dua fungsi dasar tersebut.
Setelah Microsoft memutuskan menghentikan Windows 10 Mobile, saya ragu untuk melompat ke ekosistem lain, lantaran khawatir akan timbul gangguan pada kelancaran pekerjaan saya. Namun, bagaimanapun juga saya harus mencoba bukan? Dengan pertimbangan reliabilitas dan kestabilan, karenanya saya memutuskan untuk mencoba menggunakan iPhone yang populer akan prinsipnya: “it just works“. Saya bekerjsama familiar juga dengan OS ini, lantaran istri saya sudah usang menggunakannya dan kesannya sangat positif. Kebetulan juga seorang sahabat saya dari komunitas penggemar Apple terbesar di Kaskus menjual iPhone yang biasa beliau pakai, 7 Plus (dan tampaknya saya beruntung: ini Red Edition yang populer lantaran warna cantiknya yang terkesan eksklusif).
Masa Bulan Madu yang Campur Aduk

Beberapa hari pertama menggunakan perangkat ini sedikit campur aduk. Sudah lima tahun saya menggunakan Windows Phone dan langsung merindukan Live Tile. Saya suka mengintip kegiatan dan notifikasi melalui fitur tile ini, belum lagi ibarat yang teman-teman pembaca usang ketahui, saya suka memodifikasi tile saya semoga menampilkan karakter favorit saya, dan agak susah bagi saya menatap layar yang isinya kumpulan ikon belaka. Belum lagi layar LCD iPhone yang dengan besar hati disebut Apple sebagai ‘retina display’ saya dapati ternyata tidak setajam dan sesemarak warna pada Lumia 950 dan 1020 (bahkan juga Lumia 820) yang pernah saya gunakan. Belum lagi tidak adanya fitur glance screen yang membantu saya menyidik notifikasi tanpa perlu membuka layar.
Kabar baiknya, iOS menyampaikan kestabilan yang saya inginkan. Saya tidak pernah menghadapi situasi aplikasi macet ataupun delay dalam menjalankan aplikasi. Kamera sangat menghibur. Secara pribadi saya menganggapnya andal. Mungkin low light shoot di Lumia 950 dan 1020 lebih jernih, akan tetapi Apple menyampaikan pemrosesan yang konsisten dan fitur menarik seperti Portrait Mode dengan mengandalkan modul dual camera dari iPhone 7 Plus. Audio, terang sangat jago – sebagaimana diperlukan dari perusahaan yang memopulerkan iPod. Touch ID juga merupakan fitur yang mudah dan lebih reliabel jikalau kita berkaca pada retina scanner milik Lumia 950.

Oya, seri Plus menyampaikan satu kelebihan lagi, yaitu landscape mode yang ibarat dengan iPad. Ini menyampaikan keluwesan pemanis dalam bernavigasi, meskipun tidak ibarat beberapa flagship Android yang mempunyai kelebihan pemanis dengan menjalankan dua aplikasi berdampingan sekaligus.
Gangguan di Pekerjaan

Setelah beberapa hari menggunakan iPhone, saya mulai mendapati beberapa hal kecil yang sayangnya merupakan gangguan dalam pekerjaan saya. Sebuah email terlambat masuk dan ini untuk saya efeknya sangat dahsyat. Saya harus minta maaf lantaran terlambat membalas email. Pada dikala itu saya memang sedang berada di luar rumah agak lama, namun dengan ponsel di tangan, biasanya saya belum pernah mengalami keterlambatan membalas hingga lima jam ibarat dikala itu. Dari diskusi saya dengan sesama pengguna iOS, mereka menyampaikan bahwa meski tidak sering, ada kemungkinan sanggup terjadi keterlambatan untuk gmail (padahal email utama saya yaitu gmail). Saya disarankan untuk menggunakan aplikasi bawaan gmail di iOS.
Masalah lain yang mungkin berdasarkan teman-teman sepele namun bagi saya sangat mengganggu adalah: Outlook di iOS tidak mengizinkan kita melakukan copy paste judul email. Ini usang menjadi gunjingan, khususnya pengguna Outlook di iOS, bahkan kau sanggup membaca diskusinya di sini. Untuk saya ini hal yang cukup fatal, lantaran keseharian saya yaitu menciptakan kegiatan penyelesaian pekerjaan penerjemahan dengan menyalin judul email tersebut ke daftar task management (saya menggunakan Trello) untuk kemudian sanggup memantau pengerjaannya. Kenapa saya tidak ‘mengalah’ dan menggunakan app email lain? Jujur saya sudah terbiasa dengan Outlook, dan aplikasi email lain kurang powerful untuk seseorang yang biasa berbalas puluhan email tiap hari ibarat saya.
Belum lagi lantaran pekerjaan saya wajib menggunakan Windows, saya mulai merindukan sinkronisasi Windows 10 Mobile dengan perangkat saya yang lain. Saya merasa sangat nyaman membalas SMS langsung dari PC atau menyidik notifikasi yang masuk ke ponsel dengan Action Center di desktop. Ini tidak saya dapatkan di iPhone. Saat ada SMS masuk, saya terpaksa mengulurkan tangan mengambil perangkat dan membalasnya dari ponsel. Beberapa aplikasi UWP andalan saya, ibarat 2Day yang tidak dirilis untuk iOS, juga menimbulkan saya susah. Saat memegang ponsel, saya tidak sanggup mengecek dengan detail tugas-tugas yang saya catat di 2Day, jikalau saya hanya membawa iPhone. Meskipun saya sudah menyinkronnya dengan Reminder milik iOS, namun tentu saja tidak senyaman menggunakan aplikasi aslinya.
Akhirnya Memilih Kembali ke Lumia 950

Setelah seminggu menggunakan iPhone 7 Plus, meskipun dalam banyak segi mungkin perangkat ini beserta iOS-nya sanggup dikatakan lebih superior dari Lumia 950 dan Windows 10 Mobile, namun tampaknya OS ini memang kurang cocok untuk saya. Selama memakainya, saya tidak mendapati sukacita dan antusiasme yang sama ibarat dikala saya menggunakan Windows 10 Mobile. Apalagi dalam hal pekerjaan, dikala saya mendapati banyak fitur-fitur dasar Windows 10 Mobile ibarat Outlook Mail dan Skype yang terus diperbaiki Microsoft (ironisnya menjelang ‘penghentian proyek’) – di iOS saya terus mendapati ketidaknyamanan dan kekurangan yang ternyata cukup besar lengan berkuasa pada kinerja saya.
Seorang sahabat saya pernah memberi nasihat: “Seburuk apa pun sebuah perangkat, kalau beliau menghasilkan (uang) untuk kamu, maka berarti itu perangkat yang paling baik untuk kamu.” Konteks pesan yang tersirat ini yaitu dikala saya mengagumi laptopnya yang premium dan saya waktu itu hanya mempunyai sebuah PC desktop buluk. Kali ini saya harus mengakui kebenaran nasihatnya. Karena saya mencicipi bahwa menggunakan iPhone justru menurunkan produktivitas saya, maka saya karenanya memutuskan untuk beralih kembali ke Lumia 950. Mungkin nanti kalau beberapa hal yang ‘mengganggu’ saya di iPhone tersebut sudah diperbaiki, saya akan memutuskan untuk mencobanya kembali. Saat ini saya ingin menikmati Lumia 950 yang sudah familiar dengan saya ini sambil menunggu siapa tahu hati saya ‘tergerak’ untuk sepenuhnya berganti perangkat. Hanya saja untuk sementara ini mungkin memang saya lebih cocok dengan Windows 10 Mobile, lebih dari OS lainnya.
Kalau teman-teman menanyakan: Kenapa saya tidak menggunakan keduanya? Saya tidak biasa menggunakan dua perangkat (Sebelumnya Lumia 1020 sering saya bawa bersama Lumia 950, namun tanpa nomor dan hanya saya pakai untuk memotret dan mendengarkan musik). Nomor ponsel saya hanya satu lantaran saya sendiri merasa kebingungan jikalau menggunakan nomor lebih dari satu.
Rencana ke depan? Sepertinya iPhone ini akan saya jual, dan seorang sahabat saya sesama penulis di Poin Asia sudah menyatakan minat untuk membelinya. Hahaha…
Ada planning mencoba Android? Mungkin nanti saya akan mencobanya, dan saya akan menceritakan pengalaman saya pada teman-teman semua.

Sekali lagi ini bukan artikel yang bertujuan untuk mengunggulkan OS tertentu. Ini hanya pengalaman saya dan keluhan saya yang konyol, dan mungkin hanya saya yang mencicipi hal semacam ini. Teman-teman niscaya punya pengalaman berbeda. Bagikanlah pendapat teman-teman di kolom komentar semoga yang lain sanggup mendapat wawasan baru.
Sumber: https://winpoin.com/
0 Response to "Seminggu Pakai iPhone, Saya Memilih Kembali ke Lumia 950"
Post a Comment